Header Ads

NDUGA DALAM PIKIRAN BAPAK PENDETA DAN ANAK PEREMPUAN

Sumber: Facebook


Rewrite:  Maria Baru

ANAK  perempuan satu, dia pu nama Alfo.  Selama Natal tu. Dia pu gelisah apa lagi. Semua tu berawal dari kasus kemanusian di Nduga. Yang menurut dia dan banyak orang bahwa kasus Nduga adalah kasus kemanusian produk Indonesia melalui militernya, TNI.

Tanggal 22 Desember . Dia Inbox sa.  Akhirnya, tong dua baku ketemu di sudut lain kota Sorong. Tong sudah atur barang bagus sudah tuk ketemu lagi di  22 Desember, tapi sa juga bikin kegiatan sendiri jadi tra baku dapat.  Jadinya, barang tra jalan.

 Ehhhh kam… anak gelisah terus. Bulak-balik putar-putar keliling kos. Ehhh Mace bikin kaki panjang menuju bapak pendeta. Katanya, Mace mau  ketemu bapak ketua Klasis kota Sorong. Bapak pendeta Kwatolo, juga  selaku tokoh pimpinan gereja Kristen Injil di Tanah Papua . Mace tatongka pace pendeta di rumah. Dong dua duduk cerita-cerita. Mace  kasi tau dia pu maksud ketemu bapak pendeta terkait kasus Nduga. Dong dua bikin kopi panas bagus alias pembacaan situasi di Nduga hangat bagus.

Bapak, ko pu tanggapan tentang situasi di Nduga bagimana? Eehhh anak sa pribadi , sa sangat prihatin dengan situasi Nduga saat ini terjadi. Sa juga sedang mengikuti perkembangan kasusnya melalui media. Sa sangat menyesal perbuatan Negara Indonesia terhadap rakyat Nduga. Sa yakin, tidak mungkin mereka meyerang kalau tidak diganggu oleh orang asin yang masuk bongkar-bongkar rumahnya (baca: Tanah Nduga)  

Sa juga mengeluhkan sikap Negara seenaknya mengintervensi tempatnya dengan alasan pembangunan jalan. Tanah itu, tanah adat bukan tanah Negara. Kenapa Negara Republik mengambil sikap menyerang rakyat Nduga dengan alat perang. Tong pu tanah Papua bukan zona militer.

Bohhh Pace pendeta sikat terus. Tong dua pu kopi panas masih lanjut teruss eeee. Anak perempuan. Bapak ini, sedih dengan krisis kemanusian yang terjadi di Nduga. Negara selalu pakai TNI sebagai alat. Rakyat Papua jadi korban.

 Kasian eee. Mama-mama dan anak-anak mengungsi ke hutan, sakit bahkan berujung pada kematian. Bapak mau tong buat simpatisan secara menyeluruh dalam segela bentuk untuk menekan kepada Negara. Negara dong stop operasi militer di seluruh Papua dan Nduga secara khusus.

Anak perempuan, militer Indonesia pu sikap tu mengganggu Piskologi rakyat Papua dan Nduga saat ini. 

Ehhhh.. tokoh-tokoh gereja dong tra usah tutup mulut. Buka mulut tu lebar-lebar dan besar. Terutama, tokoh-tokoh gereja Se-Sorong Raya. Kamu buka mulut besar bicara situasi di Papua dan Nduga secara khusus. Kamu stop yang Cuma berdoa pemerinatahan  Indonesia. Gereja-geraja dong stop yang tutup mata terkait persolan di Tanah Papua.

Bohh bapak. Kalo anak pu harapan. Semua lapisan masyarakat Papua dan Non Papua. Dong semua ada di Tanah Papua. Dan bahkan seluruh umat beragama untuk dapat merasakan apa yang sedang terjadi di Nduga , dari 2 Desember 2018 sampai sekarang. Sa sepakat apa yang bapak bilang. Papua bukan Zona militer. 

Jadi, pace Jokowi stop drop TNI/PORLI ke Tanah Papua. Tong orang Papua tra boleh diam. Tong harus bersuara tuk kemanusian. Tong pu suara tu tong pu kekuatan. Maka persatuan dengan kekuatan suara untuk mendongkrak Negara supaya dong (baca: Negara) segera kasi stop operasi militer di Nduga. 

Sa juga minta supaya Jakarta atau pemerinatah Propinsis Papua segera membentuk Tim Investigasi Independent Papua untuk menuntaskan kasus Nduga.

Betul sudah anak perempuan, sekarang bapak tunggu saja. Apa yang anak-anak dong pikir untuk menyikapai kasus Nduga. Bapak siap turun bersama tokoh-tokoh gereja yang lain dan masyarakat Sorong Raya yang juga simpati kasus kemanusian Nduga.

Bohhh, pace pendeta dengan dia pu anak perempuan pu kopi su habis. Jadi…Kam-kam yang di Sorong kota dan kabupaten. Kam tunggu kopi selanjutnya. Nanti bapak dan anak perempuan baku atur. Tong bakar api di mana lalu lanjutkan kopi panas tu lagi.

Sumber: https://www.facebook.com/remans.noo/posts/728580924184681

No comments: